Oleh : Prof. H. Buyung Achmad Sjafei, Ph.D. ~ 03 Februari 2009
Telah diterbitkan juga pada Blog:deRoe di Wordpress
Latar Belakang
Di negeri kita ini sedang berkembang suatu pendapat atau gagasan tentang “ekonomi kerakyatan”, yang berasal terutama dari kalangan politisi dan person pejabat atau bekas pejabat. Pada dasarnya, pendapat atau gagasan ini berkisar pada bagaimana membangun usaha kecil dan menengah atau yang mereka sebut “usaha mikro” dalam rangka pembangunan ekonomi nasional. Salah satu “resep” yang mereka kemukakan adalah dengan memberikan kredit pada usaha-usaha kecil dan menengah dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh usaha-usaha kecil dan menengah tersebut.
Ideologi Narodnicestwa di Rusia
Gagasan ekonomi kerakyatan di Indonesia memang tidak ada hubungannya dengan ideologi narodnicestwa di Rusia. Tetapi gagasan ekonomi kerakyatan, antara lain ingin membantu petani di pedesaan dengan kredit, apakah tidak sama utopisnya dengan ideologi narodnicestwa di Rusia abad ke-19. Di daeah pedesaan di Indonesia, struktur sosialnya makin buruk. Yang dikatakan petani, sesungguhnya mereka tidak lagi punya tanah, dan itu terjadi tidak hanya di pulau Jawa, tetapi di seluruh kepulauan di luar Jawa. Masyarakat pedesaan berubah pekerjaannya menjadi buruh dalam semua sektor yang ada, bergerak dalam sektor informal seperti : bakul, tukang ojek, pedagang keliling, dan lain-lain. Jadi permasalahan kita adalah bagaimana mereformasi struktur sosial di pedesaan yang kondusif untuk menerima pembangunan dan moderenisasi.
Pembangunan di beberapa Negara dan di Indonesia
Jepang menjadi negara industri maju dari masyarakat feodal didahului dengan adanya meji restorasi, di mana para pemudanya menuntut ilmu pengetahuan di barat, melakukan inovasi sosial, dan meniru teknologi barat pada awalnya. Contohnya, Toyota pada mulanya adalah perusahaan tekstil, dan mengirim 5 orang insinyurnya ke perusahaan mobil Amerika Ford. Mereka belajar di pabrik mobil Ford, pulangnya membawa satu mobil untuk dipelajari buat membuat mobil Jepang yang sekarang terkenal dengan mobil Toyota.
Cina, sekarang ini menjadi negara industri maju yang ditakuti oleh pesaing-pesaingnya di negara-negara maju lainnya; sedangkat tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia. Ini terjadi dengan di dahului oleh apa yang dinamakan “revolusi kebudayaan”. Memang revolusi kebudyaan ada yang menganggap sebagai suatu tragedi kemanusaan, tetapi dia membawa perubahan luar biasa bagi kemajuan Cina.
Indonesia, pembangunan yang dilakukan oleh orde baru dengan membuka seluas-luasnya bagi modal asing untuk melakukan investasi termasuk pada sektor-sektor vital yang menguasai hajat hidup orang banyak. Pemerintah untuk menutupi APBN melakukan pinjaman asing mencapai lebih dari 30 persen dari setiap APBN, yang berarti bukan lagi sebagai pelengkap. Pinjaman asing ini digunakan untuk membangun prasarana dan sarana ekonomi yang seharusnya dapat dibebankan pada para investor asing. Sehingga kita terbebani hutang luar negeri yang besar. Pembangunan difokuskan pada pembangunan ekonomi, sedangkan pembangunan SDM terabaikan dapat diketahui dari APBN-APBN pada zaman orba untuk pendidikan yang presentasenya kecil. Sehingga kita mengalami indeks pembangunan manusia yang paling rendah. Struktur sosial, terutama di pedesaan tidak disentuh oleh pembangunan, sehingga terjadi proses pauverisasi (pemiskinan) masyarakat di pedesaan. Karena itu krisis perekonomian Indonesia sejak tahun 1997 tidak pernah pulih sampai saat ini.
Sistem Perekonomian menurut UUD 1945 RI
Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 1, 2, dan 3 sebagai konstitusi Republik Indonesia, bukan saja sebagi dasar konstitusional, tetapi merupakan dasar ideologis perekonomian Indonesia. Di mana ayat 1 pada intinya menyebutkan bahwa : “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan; ayat 2 : Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; ayat 3 : Cabang-cabang perekonomian yang vital yang penting bagi negara dikuasai oleh negara untuk kemakuran rakyat”.
Undang-undang Dasar 1945 RI ini secara operasional merupakan dasar dari sistem perekonomian Indonesia. Sistem perekonomian tidak lain adalah hubungan produksi, yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan : siapa yang memiliki alat-alat produksi? Bila alat-alat produksi dimiliki oleh negara dan masyarakat, maka dikatakan sistem perekonomian sosialistis, sebaliknya bila dimiliki oleh privat maka dinamakan sistem kapitalistis, bila dimiliki oleh negara, masyarakat dan privat maka disebut sistem bauran ( mixed system).
Sistem perekonomian Indonesia menurut Undang-undang Dasar 1945 RI adalah sistem perekonomian bauran, di mana ayat 1 adalah dasar bagi pengorganisasian dan pembangunan usaha-usaha kecil yang dimiliki oleh masyarakat. Indonesia adalah lautan dari usaha-usaha kecil masyarakat sebagai produsen dalam bidang industri, pertanian; dan bidang perdagangan dan jasa-jasa lainnya. Usaha-usaha ini diorganisir dan dikelola berdasarkan azas kekeluargaan antara lain oleh koperasi. Ayat 2 dan 3 pasal 33 UUD 1945 RI merupakan dasar dari Badan Usaha Milik Negara yang berarti milik seluruh rakyat Indonesia.
Sekarang pertanyaan penting adalah : di mana dasar dari usaha-usaha swasta? Dalam sistem perekonomian Indonesia menurut UUD 1945 RI perusahan-perusahaan swasta diamanatkan untuk menangani bidang-bidang usaha yang produktif guna menunjang pembangunan perekonomian nasional. Sehubungan dengan ini dalam suatu seminar di USSU Puncak pada bulan November 1978, yang dimuat dalam Koran Kompas dan Editorial Kompas, kami mengemukakan bahwa pemerintah terlambat dalam pembangunan perusahaan-perusahaan nasional yang mandiri, sehingga pembangunan terpusat pada peranan pemerintah saja. Ini sangat berbahaya bila suatu saat pemerintah tidak mempunyai kemampuan lagi akibat sesuatu krisis. Apa yang kami kemukakan pada November 1978 itu terbukti setelah terjadi krisis moneter 1997, semua perusahaan-perusahaan yang disebut perusahaan konglemerat adalah kropos.
Jadi dalam sistem perekonomian Indonesia, semua bentuk badan usaha di atas diamanatkan untuk melakukan azas kekeluargaan dalam aktivitasnya, yang mempunyai tanggung jawab sosial perusahaan, sehingga tercapai kemandirian dalam bidang perekonomian, berkedaulatan dalam bidang politik, dan berkepribadaian dalam bidang kebudayaan.
Kekeliruan Konsep “Ekonomi Kerakyatan”
Kekeliruan yang menyesatkan pendapat atau gagasan “ekonomi kerakyatan” dari kalangan elit di negeri ini adalah karena melupakan amanat dari UUD 1945 RI, bahkan kekeliruan terbesar sepanjang sejarah kenegaraan RI adalah mengamandemen UUD 1945 RI termasuk pasal 33 ayat 1, 2, 3, sehingga sistem perekonomian Indonesia tidak jelas, apalagi kalau ditanyakan dasar konstitusional dan ideologisnya sudah tidak ada dalam UUD amandemen itu. Apalagi UUD amandemen itu informasinya belum dicantumkan dalam Lembaran Berita Negara.
Dengan tidak ada dasar konstitusioanl dan idelogis ini pandangan dan gagasan “ekonomi kerakyatan” merupakan sumber dari kekeliruan yang menyesatkan dan merugikan rakyat. Seolah-olah ekonomi kerakyatan itu dapat dibangun hanya dengan menberikan kredit pada usaha-usaha kecil dan menengah. Seolah-olah ekonomi kerakyatan itu hanya perekonomian yang dikuasai rakyat dalam bidang usaha kecil dan menengah, serta sektor-sektor informal. Seolah-olah ekonomi kerakyatan itu tidak termasuk usaha-usaha besar yang dimiliki negara. Di sinilah letak kekeliruan pandangan atau gagasan mengenai ekonomi kerakyatan. Lebih tragis lagi penguasa menjual perushaan-perusahaan negara yang merupakan milik rakyat pada swasta, bahkan pada swasta asing dengan bermacam dalih. Sumber-sumber daya alam yang vital bagi kehiduapan genarasi-generasi yang akan datang terkoras habis. Teknologi yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan multi nasional yang beroperasi di negeri ini mencemari lingkungan hidup yang mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat, dan mempercepat terkorasnya sumber-sumber daya alam. Program pembangunan, khususnya dalam bidang ekonomi, dalam era reformasi tidak menyentuh apa yang ingin dicapai oleh reformasi itu sendiri. Materi kampanye para elit politik baik untuk kepentingan pemilu dan maupun untuk pilpres bagi penguasa yang akan datang tidak memberikan harapan bagi pulihnya krisis perekonomian Indonesia, karena berfikir sangat tidak mendasar dan hanya secara parsial yang besifat reaktif saja. Apa yang dikatakan demokrasi adalah 50 persen tambah satu. Azas musyawarah mufakat dan sistem perwakilan ditinggalkan. Masyarakat kita belum siap untuk melakukan demokrasi liberal seperti di barat, faktor pertama adalah tingkat pendidikan masyarakt kita umunya masih rendah, budaya kita tidak sesuai denga cara-cara pemilihan langsung seperti sekarang ini.
Jalan ke luar, mungkin kita harus “mendekritkan” ke- 2 kali kembali ke UUD 1945 Republik Insonesia. Kita mungkin sebaiknya mempelajari lagi sejarah untuk apa para pajuang-pahlawan masuk penjara kolonial dan generasi berikutnya berperang melawan penjajah untuk merebut kemerdekaan. Silahkan adakah introspeksi bagi setiap kita yang ingin mengisi kemerdekaan ini dengan keadilan dan kemakmura untuk seluruh rakyat Indonesia. Semua berbicara mengenai perubahan, tetapi perubahan yang bagaimana? Jangan membuat perubahan yang hanya bersifat reaktif, tetapi buatlah perubahan yang berencana atas dasar impian bangsa ini merebut kemerdekaan.
No comments:
Post a Comment