Change or Die adalah judul buku yang ditulis oleh Alan Deutschman (2007), tentang Tiga Kunci untuk Perubahan pada Pekerjaan dan Kehidupan. Sekarang ini para politisi dan calon-calon pemimpin bangsa ramai-ramai bicara tentang perubahan untuk kepentingan politik menghadapi pemilu, pilkada, dan bahkan pilpres 2009. Memang tidak ada yang tetap kecuali perubahan itu sendiri; tanpa perubahan tidak ada kehidupan; tanpa gerakan tidak ada perubahan. Namun perubahan itu berada dalam gerak (motion), waktu (time) dan ruang (space).
Manusia hidup dalam waktu dan ruang, yang merupakan bentuk dasar dari keberadaan materi, dan yang tunduk pada hukum alam atau Sunatullah. Waktu dan runag tidak dapat dipisahkan dari materi, yang merupakan manifestasi dari universalitas. Ruang ada tiga dimensi, yang menyatakan distribusi dari objek yang ada secara simultan; waktu hanya satu dimensi , yang menyatakan urutan dari keberadaan kejadian sebagaimana mereka menggantikan satu dengan yang lain. Waktu tidak dapat kembali atau dibatalkan, setiap proses materi berkembang hanya dalam satu arah dari masa lampau ke masa depan, walaupun proses tersebut dapat dipercepat untuk waktu rencana (plan time), tidak dapat dipercepat untuk natural time walaupun diterapkan teknologi. Misalnya, telur ayam akan menetas dalam 21 hari, tidak dapat dipercepat dalam satu minggu. Sebaliknya waktu perencanaan dapat dipercepat prosesnya tergantung pada manusia yang membuat dan melaksanakna rencana tersebut. Gerakan adalah esensi dari waktu dan ruang, sebagai akibatnya, materi, gerakan, waktu, dan ruang tidak dapat dipisahkan. Gagasan ini diperkuat dalam fisika modern.
Bentuk Perubahan dan Peranan Manusia
Perubahan dapat terjadi dalam beberapa bentuk : perubahan proaktif atau reaktif, perubahan berencana atau spontanitas. Pilihan terhadap bentuk perubahan ini sangat tergantung kepada kesadaran dan kepentingan manusia yang ingin melakukan perubahan. Kepentingan seseorang atau golongan atau kepentingan politik tertentu dapat melakukan perubahan yang jatuh pada pilihan perubahan : reaktif dan sponanitas atau proaktif dan berencana. Perubahan reaktif dalam perjalanan sejarah Indonesia telah terjadi pada waktu rezim orba mulai berkuasa, yang dengan tegas menyatakan bahwa “orba” merupakan reaksi total terhadap “orla”. “Orla” dianggap identik dengan “anti modal asing, hancurnya prasarana dan sarana transportasi, tingkat inflasi yang sangat tinggi, persediaan sembako yang terbatas, dan banyak lagi kesukaran-kesukaran yang dialami masyarakat”. Reaksi total dilakukan dengan membuka seluas-luasnya masuknya modal asing yang membuat sumber-sumber alam kita terkuras habis; melakukan pinjaman luar negeri besar-besaran yang mengakibatkan beban hutang luar negeri yang sangat memberatkan generasi berikutnya; program swasembada pangan (beras) yang mengelaurkan banyak energi; pabrik tekstil yang pada akhirnya banyak yang bangkrut karena tidak mampu bersaing; dan lain sebagainya. Kesemuanya ini berujung pada krisis ekonomi yang mengakibatkan berakhirnya rezim orba. Krisis ini tidak kunjung pulih sampai saat ini, yang mengakibatkan krisis dalam semua bidang kehidupan lainnya.
Perubahan berencana dan proaktif memerlukan suatu pandangan objektif terhadap perjalanan sejarah perjuangan bangsa, cita-cita para pemimpin pejuang yang ingin dicapai dengan kemerdekaan, perubahan lingkungan nasional dan global dewasa ini. Hal seperti ini wajib dijadikan landasan dasar bagi para politisi dan penguasa kapanpun, jika ingin melakukan perubahan-prubahan. Perubahan berencana dan proaktif wajib didasarkan pada hukum-hukum alam dari perubahan itu sendiri, dan peranan yang besar dari manusia untuk membuat perencanaan dengan mendiagnosis perubahan apa yang akan terjadi pada masa-masa mendatang. Untuk ini memerlukan pemikiran yang jernih dan mendalam, tidak dapat dibangun hanya dengan politik emosional, apalagi dengan pribadi emosional. Membangun bangsa tidak mungkin hanya dengan emosi.
Hukum Alam Perubahan dan Upaya Manusia
Tuhan tidak akan merubah nasib sesuatu bangsa atau kaum bila bangsa atau kaum itu sendiri tidak berjuang untuk merubahnya. Ini suatu kebenaran yang mutlak yang tidak dapat dirubah oleh manusia. Dan kebenaran ini dijelmakan dalam alam semesta sebagai hukum-hukum alam yang bersifat tidak berubah, yaitu : hukum sebab-akibat. Karena itu tidak ada sesuatu yang terjadi dengan kebetulan, termasuk masalah perubahan, pasti ada sebabnya.
Upaya manusia akan berhasil dalam membuat perubahan itu, bila upaya itu sesuai dengan tuntutan hukum alam. Misalnya, pendaki gunung akan berhasil kalau dia mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan tuntutan hukum alam, di mana terdapat udara yang dingin bahkan salju di puncak gunung, tebing dan jurang yang berbahaya. Oleh karena itu tidak tepatlah bila seseorang sudah berhasil mendaki samapai di puncak gunung mengatakan dia telah menundukkan atau mengalahkan gunung, tetapi dia berhasil karena telah menuruti hukum-hukum alam yang dituntut dalam mendaki gunung. Ini yang terjadi seakrang ini di dunia, manusia dengan serakah merusak lingkungan, yang akibatnya mendapat bencana akibat kerusakan lingkungan itu sendiri.
Aktualisasi Hukum Perubahan
Pembangunan nasional Indonesia telah berlangsung lebih dari setengah abad untuk melakukan perubahan dari ekonomi kolonial dan setengah feodal yang ketinggalan, menjadi ekonomi nasional yang maju dan merdeka. Karena kemerdekaan politik tanpa kemerdekaan ekonomi adalah fiktif.
Amanat Presiden Soekarno pada Sidang Pleno Pertama Dewan Perantjang Nasional pada tanggal 25 Agustus 1959 mengamanatkan : "Kemerdekaan daripada bangsa Indonesia itu sekedar hanjalah … satu djembatan untuk menuju dan achirnja mentjapai kepada tjita-tjita bangsa Indonesia jang pokok, jaitu satu masjarakat jang adil dan makmur, satu masjarakat jang taip-tiap warganegara dapat hidup sedjahtera didalamnja, satu masjarakat tanpa penindasan, satu masjarakat tanpa exploitation de l’homme par l’homme, satu masjarakat jang memberi kebahagian kepada seluruh rakjat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, satu masjarakat jang berulang-ulang mendjadi inspirasi penegak semangat daripada segenap pedjoang-pedjoang bangsa Indonesia dan telah memberikan korbanannja diatas persada perdjoangan bangsa Indonesia itu”. Selanjutnya beliau mengajarkan :” Ekonomi nasional itu harus kita robah mendjadi ekonomi dengan apa jang ditulis dalam U.U.D. ’45 fasal 33 jaitu dengan kata gampangnya, masjarakat adil dan makmur.” Di sini Presiden Soekarno menjelaskan tentang apa yang ingin dicapai dengan perubahan itu adalah masyarakat yang adil dan makmur.
Dalam “Rantjangan Dasar Undang-Undang Pembangunan-Nasional-Semesta-Berentjana Delapan Tahun 1961-1969” berbunyi : “pembangunan revolusioner, karena mewudjudkan perobahan-perobahan tjepat dalam masjarakat menudju masjarakat adil dan makmur berdasarkan Pantja Sila dengan melalui tingkat-tingkat kemadjuan dengan tjepat dan singkat.” Sayangnya Rencana-Pembangunan-Nasional-Berencana ini tidak pernah terealisasikan, karena gejolak-gejolak politik tidak pernah reda samapai jatuhnya presiden Soekarno. Di sini sangat jelas tentang perubahan yang dikehendaki adalah perubahan yang mendasar, yaitu dengan “pembangunan revolusioner” dan perubahan-perubahan yang cepat dan bukan hanya sekedar reformasi saja.
Soekarno sudah menanamkan dasar ideologi pembangunan bangsa, sedangkan Suharto telah melaksanakan pembangunan ekonomi selama hampir 7 periode Repelita yang tidak membawa perubahan kondisi ekonomi, bahkan terjadi stagnan sampai akhirnya jatuh pada saat terjadi krisis ekonomi tahun 1997. Semua itu terjadi tidak lepas dari hukum sebab akibat. Suharto selama 32 tahun berkuasa tidak melakukan perubahan yang mendasar, hal ini dapat dibuktikan di daerah-daerah pedesaan di seluruh Indonesia tidak ada kemajuan bahkan terjadi kemunduran dibandingkan dengan setengah abad yang lampau.
Jadi apa yang ditulis oleh Alan Deutschman tentang Change or Die ada kebenarannya. Hukum-hukum materi, waktu dan ruang berjalan tanpa memperdulikan intervensi manusia yang semuanya secara simultan bergerak tanpa berhenti, jika berhenti bergerak sejenak saja akan terjadi kepunahan alam semesta atau kiamat. Namun upaya manusia dengan mematuhi hukum-hukum itu dapat mencapai perubahan-perubahan ke arah yang diimpikan oleh manusia dengan prasyarat manusia itu sendiri harus merubah dirinya sendiri terlebih dahulu dengan suatu kesadaran tentang kebenaran dan keadilan.
Jakarta, Februari 2009 ~ Prof. H. Buyung Achmad Sjafei, Ph.D.