Friday, February 13, 2009

SEKALI LAGI TENTANG SISTEM PEREKONOMIAN

Oleh : Prof. H. Buyung Achmad Sjafei, Ph.D. ~ Jakarta, 10 Pebruari 2009

LATAR BELAKANG

Pemikiran tentang sistem perekonomian berkembang semenjak Indonesia mulai merencanakan pembangunan perekonomian bangsa. Pada periode pemerintahan Soekarno, pemikiran tersebut pernah sampai pada gagasan dan cita-cita ekonomi sosialis Indonesia. Pada zaman Suharto berkembang pemikiran sekelompok ekonom tentang perekonomian Pancasila.

Sekarang ini, pengertian sistem perekonomian menjadi tidak jelas, terbukti ada dari kalangan elit politik yang berpendapat bahwa krisis perekonomian Indonesia terjadi karena sistem perekonomian yang salah dan harus diganti, tetapi tidak dijelaskan penggantinya seperti apa.

Sebenarnya, sistem perekonomian Indonesia, dari awal sudah dirumuskan oleh para pendiri bangsa ini yang tercantum dalam UUD ’45 pasal 33 ayat 1, 2, dan 3. Dalam UUD ’45 pada ayat 1 berbunyi : “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas kekeluargaan; ayat 2 : Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara; ayat 3 : Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat.

Dalam penjelasan UUD ’45, pasal 33 adalah dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasnya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ditangan orang seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA

Sistem perekonomian tidak lain adalah bentuk hubungan produksi,yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan siapa yang memiliki atau menguasai alat-alat produksi. Jika yang memiliki alat-alat produksi tersebut negara dan rakyat dalam organisasi koperasi, sedangkan swasta perorangan atau berbadan hukum tidak diperkenankan, maka sistem perekonomian semacam itu dinamakan sistem perekonomian sosialis, seperti Uni Soviet pada masa lampau. Jika alat-alat produksi didominasi pemilikannya dan penguasaannya oleh swasta perorangan atau badan hukum perseroan, maka dinamakan sistem perekonomian kapitalis. Jika alat-alat produksi dimiliki atau dikuasai oleh negara, masyarakat dalam organisasi koperasi, dan perusahaan swasta perorangan maupun perseroan, maka sistem perekonomian itu disebut sitem perekonomian campuran (mixed economy).

Sistem perekonomian Indonesia menurut UUD ’45 adalah sistem perekonomian campuran, di mana negara menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak; juga bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya yang merupakan pokok kemakmuran rakyat dikuasi oleh negara.

Swasta diperkenankan untuk menguasai cabang-cabang produksi yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak. Organisasi koperasi yang mengorganisir usaha-usaha rakyat dakam semua sektor menjadi salah satu pilar penting dalam sistem perekonmian Indonesia. Jadi dalam sistem perekonomian Indonesia terdapat tiga pilar perekonomian : Perusahaan-perusahaan BUMN dan BUMD yang merupakan penguasaan negara terhadap cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak; organisasi-organisasi koperasi sebagai badan hukum perusahaan bagi usaha-usaha yang dimiliki rakyat banyak; perusahan-perusahaan swasta yang berusaha dalam sektor-sektor yang produktif. Antara perusahaan-perusahaan BUMN/BUMD dan organisasi-organisai koperasi, serta perusahaan-perusahaan swasta besar dan kecil harus menciptkan kerjasama berdasarkan kekeluargaan untuk mencapai suatu perekonomian nasioanal yang demokratis.

SISTEM PEREKONOMIAN DALAM PRAKTIK

Perusahaan Negara (BUMN)

Pengertian dikuasai oleh negara perlu memperoleh pengertian yang jelas, terutama dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi sekarang ini; dan di mana negara-nagara di dunia ini dituntut untuk menyetujui dan masuk dalam perdagangan bebas; menghilangkan barir-barir dalam perdagangan internasional. Penguasaan oleh negara tidak harus berarti pemilikan oleh negara, sebab BUMN/BUMD yang dimiliki negara justeru dikelola tidak efisien, selalu merugi, dan sering terlibat dalam hutang yang besar. Jadi, justeru bukan berusaha untuk kemakmuran rakyat banyak, tetapi sebaliknya membebani rakyat banyak.

Pemilikan, mungkin lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan penguasaan. Pemilikan dapat diperoleh secara hukum, tetapi penguasaan adalah masalah kekuatan (forces) dan kekuasaan (power). Kekuasaan adalah hasil dari perjuangan dalam semua aspek kehiduapan berbangsa dan bernegara, terutama dalam bidang perekonomian. Kekuatan dan ketahanan dalam bidang ekonomi merupakan inti dari kekuasaan. Di sini prinsip berdikari dalam bidang ekonomi membuktikan kebenarannya. Arus globalisasi dan liberalisasi dalam investasi dan perdagangan dunia tidak akan menimbulkan masalah, jika Indonesia memiliki kekuatan dan kekuasaan dalam posisi penawaran dengan pihak-pihak luar, terutama pihak asing. Keputusan privatisasi perusahaan-perusahaan BUMN memberikan suatu bukti, bahwa kita tidak punya kekuatan dan kekuasaan dalam menghadapi arus globalisasi dan liberalisasi investasi dan perdagangan.

Secara konseptual dan operasional, sebelum adanya keputusan privatisasi, seharusnya perusahaan-perusahaan BUMN perlu dinilai (appraisal) terlebih dahulu, apakah aset-asetnya masih ada dan layak untuk mendukung pencapaian tingkat produktivitas tertentu. Kemungkinan besar produktivitas aktiva sudah rendah sekali bahkan negatif akibat banyak aset yang sudah tidak layak lagi dipakai, dan pemeliaharaan asaet-aset yang ada tidak pernah dilakukan. Selain itu, keberhasilan suatu bisnis tidak hanya ditentukan oleh target finansial untuk medapatkan laba, tetapi sangat ditentukan oleh etika bisnis,yang mengndung norma-norma dan nilai-nilai moral, yang mengatur perbuatan atau perilaku manajemen dan karyawan dalam tugas mereka sehari-hari. Tampaknya ini merupakan masalah besar di Indonesia, di mana terdapat anggapan, bahwa jika milik negara merugi tidak apa-apa karena tidak langsung menyangkut kepentingan pribadi. Justeru tanggung jawab pejabat atau penguasalah untuk mencarikan jalan keluar dari masalah-masalah yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan BUMN sekarang ini. Kalau hanya untuk menjual aset-aset BUMN tidak perlu diangkat pejabat sampai pada tingkat Menteri.

Organisasi koperasi

Organisasi koperasi di Indonesia yang diharapakan menjadi salah satu soko guru perekonomian Indonesia, karena dianggap dapat mengorganisir usaha-usaha rakyat menjadi usaha-usaha yang besar dan modern, keberadaannya timbul tenggelam; tergantung pada denyut nadi pemerintah. Peranan pemerintah dalam menghidupakan dan menggerakkan koperasi masih terlalu dominan. Koperasi didirikan seperti dipaksakan untuk turut mensukseskan rencana pembangunan pemerintah. Akibatnya, swadaya koperasi hampir tidak ada walaupun salah satu prinsipnya adalah self-help atau menolong diri sendiri. Dengan hilangnya bantuan dan fasilitas dari pemerintah, hilang pulalah organisasi koperasi.

Ini bukan berati, bahwa koperasi lebih baik dilupakan saja. Koperasi adalah by-product dari sistem ekonomi kapitalis. Perkembangan koperasi sangat tergantung pada kemajuan sistem ekonomi. Di negara-negara industri maju koperasi berkembang dengan sehat, terutama dalam bidang koperasi konsumsi.

Di negara-negara sosialis, di Uni Soviet masa lalu, koperasi konsumsi menguasai perdagangan dari daerah provinsi sampai ke daerah-daerah pedesaan, melakukan pengadaan terhadap semua hasil-hasil pertanian.
Di negara-negara sedang berkembang yang pembangunan perekonomiannya berhasil : koperasi pemasaran, koperasi kredit, dan koperasi pemasaran cukup berhasil.

Di Indonesia, pada periode orba koperasi unit desa (KUD) berkembang sesuai dengan bantuan dan fasilitas yang diberikan pemerintah. Dengan jatuhnya pemerintah Suharto dan dalam krisis ekonomi, koperasi mengalami kemunduran lagi.

Jadi ada keterkaitan yang erat antara kemajuan koperasi dengan kemajuan perekonomian sesuatu bangsa. Koperasi adalah sub sistem dan by-product dari suatu sistem perekonomian. Koperasi akan berkembang kalau perekonomian maju, koperasi tidak dapat bekembang di luar sistem perekonomian yang ada.

Perusahaan Swasta

Dalam sistem perekonomian Indonesia, UUD ’45 menjadi landasan konstitusional bagi perusahaan-perusahaan swasta. Perusahan-perusahaan swasta, terutama swasta nasional diharapkan bergerak dalam cabang-cabang ekonomi produktif, yang menciptakan productive-employment bagi masa tenaga kerja, sumber pendapatan masyarakat, dan ikut membangun perekonomian nasional- demokrasi.

Kenyataan yang ada, perusahan-perusahan swasta belum tumbuh dan berkembang seperti yang diharapakan sebagai salah satu soko guru perekonomian Indonesia. Perusahan-perusahaan besar, yang sering dikenal dengan perusahaan-perusahaan konglemerat pada periode orba, berjatuhan setelah pemerintahan Suharto jatuh.

Ternyata besarnya perusahaan belum menggambarkan suatu kekuatan organisasi dan usaha-usaha mereka. Karena besarnya perusahaan sebagai hasil dari kedekatan dengan penguasa, dan masih bersifat spekulatif, bukan produktif, jadi besar yang rapuh.

PEMERINTAHAN REFORMASI

Dalam periode reformasi, sistem perekonomian yang mau dijalankan tidak tergambar dalam keinginan, apalagi dalam suatu rencana pembangunan oleh pemerintah semenjak awal reformasi. Program apa yang akan dilakukan oleh perusahaan-perusahaan negara, koperasi, dan perusahaan-perusahaan swasta dalam peranannya untuk pembangunan sektor-sektor ekonomi, dan pembangunan regional tidak ada. Paradigma pembangunan hendaklah dirubah dari pendekatan sektoral dan regional menjadi pendekatan sistem dan kelembagaan ekonomi.

Untuk melaksanakan sistem perekonomian yang diamanatkan oleh UUD ’45 diperlukan suatu pemerintahan presidensiil yang kuat, yang didukung oleh seluruh kekuatan masyarakat. Dengan demikian, tugas pemerintahan reformasi, jika hendak melaksanakan sistem perekonomian berdasarkan UUD ’45 harus mampu melakukan reformasi di semua bidang kenegaraan, termasuk reformasi birokrasi. Tetapi, tanpa dukungan dan keterlibatan seluruh kekuatan rakyat akan sukar melaksanakan semua rencana dan program reformasi, siapapun yang menjadi penguasa.

Thursday, February 12, 2009

Reform-Actie dan Doels-Actie

Oleh : Prof. Buyung Achmad Sjafei, Ph.D ~ Jakarta, 9 Pebruari 2009

Latar Belakang

Ini adalah judul tulisan Soekarno dalam “Fikiran Ra’yat”, 1933, yang kondisi waktu beliau menulisnya sangat berbeda dengan kondisi Indonesia sekarang ini. Dulu sebagai doels-actie Indonesia merdeka, sekarang Indonesia sudah merdeka, dan sebagai doels-actie adalah masyarakat adil dan makmur sebagai tujuan kemerdekaan Indonesia. Namun bagi Indonesia, pengertian doels-actie dan reform-actie masih sangat aktual sampai sekarang ini . Doels-actie adalah perubahan yang mendasar, sedangkan reform-actie adalah perbaikan-perbaikan yang tidak mendasar, atau perbaikan-perbaikan atas fondasi yang sudah ada. Bagi Indonesia dalam pembangunan memerlukan kedua-duanya baik doels-actie maupun reform-actie. Tanpa doels-actie kita tidak punya tujuan jangka panjang yang diimpikan oleh seluruh rakyat Indonesia, sebaliknya tanpa reform-actie, tanpa perbaikan sehari-hari rakyat akan menderita, dan doels-actie akhirnya tidak bisa dicapai.

Modal Dasar Pembangunan Indonesia

Pembangunan Indonesia memerlukan perubahan yang mendasar untuk merubah formasi ekonomi yang setengah kolonial dan setengah feodal manjadi formasi ekonomi-nasional demokrasi yang maju. Perubahan yang demikian itu sifatnya sangat mendasar, tidak mungkin hanya dengan melakukan reformasi atau perubahan yang implementatif saja. Pada awal kemerdekaan, sumber-sumber daya alam Indonesia masih utuh; jumlah penduduk masih sedikit; semangat nasionalisme dan perjuangan masih tinggi; daerah pedesaan masih asli mayoritas penduduk sebagai petani; tanah pertanian masih dimiliki oleh sebagian besar petani; daerah perkotaan belum penuh sesak; ketimpangan antara daerah pedesaan dengan daerah perkotaan belum mencolok; kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin masih belum tampak; urbanisasi masih rendah; semangat kegotong royongan masih hidup, walaupun pendidikan masih rendah namun nilai-nilai budaya bangsa masih dijunjung tinggi. Ini menjadi modal awal untuk pembangunan Indonesia modern.

Pancasila dan UUD ’45 masih punya Roh yang merupakan dasar idiil dan kostitusional bagi pembangunan Indonesia seutuhnya, dan pembangunan ekonomi khususnya. Dalam bidang pertanian terdapat UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) dan UUBH (Undang-Undang Bagi Hasil) yang mengatur tentang pemilikan tanah dan tata guna tanah, yang masih berlaku samapai sekarang ini.

Pembangunan periode Soekarno

Pada masa pemerintahan Soekarno, sebagai karya dari Dewan Perancang Nasional telah dibuat Rencana Pembangunan Semesta . Dalam “Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Berencana Tahapan Pertama 1961-1969” termasuk :

Bidang Mental/Agama/Kerohanian/Penelitian;
Bidang Kesejahteraan;
Bidang
Pemerintahan dan Keamanan/Pertahanan;
Bidang Distribusi dan Perhubungan;
Bidang Keuangan dan Pembiayaan; Ketentuan Pelaksanaan.
Dalam Bidang
Pemerintahan dan Keamanan : land reform; anti-kolonialisme dan
anti-imperialisme; pembangunan tata pedesaan yang demokratis.
Dalam Bidang
Produksi : pengutamaan produksi bahan keperluan hidup rakyat yang pokok menuju
pembagian pendapatan nasional yang adil dan merata; cabang-cabang produksi yang
vital bagi perkembangan perekonomian nasional dan menguasai hajat hidup rakyat
banyak dikuasai oleh Negara, kalau perlu dimiliki oleh Negara;
Dalam Bidang
Pembiayaan : diusahakan atas dasar kekuatan dalam negeri sendiri, dengan sejauh
mungkin tidak menambah beban rakyat; dapat diadakan kerjasama ekonomi dan teknik
dalam arti luas dengan luar negeri.

Semua itu didasarkan pada Tri Sakti, yaitu Berdaulat dalam Bidang Politik, Berdikari dalam Bidang Ekonomi, dan Berkepribadian dalam Bidang Kebudayaan. Tujuan jangka panjangnya atau doels-actie adalah masyarakat adil dan makmur.

Tetapi Rencana Pembangunan Semesta ini tidak pernah direalisasikan disebabkan tidak adanya kestabilan dan keamanan dalam negeri akibat gejolak-gejolak politik berkepanjangan, perjuangan dalam membebaskan Irian Barat , dan dilanjutkan dengan konfrontasi dengan Malaysia. Akhirnya Presiden Soekarno jatuh setelah peristiwa 30 September 1965.

Masa “Orba”

Setelah dijamah dengan pembangunan selama 32 tahun pada periode orde baru, formasi ekonomi Indonesia menjadi lebih buruk dibandingkan dengan awal kemerdekaan. Keadaan menjadi terbalik, sumber-sumber daya alam seperti hutan dan pertambangan semakin habis; induastri-industri yang dibangun menciptakan polusi; teknologi mutakir yang digunakan mempercepat terkorasnya sumber-sumber daya alam; tanah pertanian bagi petani semakin sempit; tanah-tanah pertanian yang terlantar semakin luas; bencana alam seperti banjir dan erosi akibat rusaknya lingkungan semakin sering terjadi; kesenjangan anatara orang miskin dan orang kaya semakin besar; kegotong-royongan atau kesetiakawanan sosial hampir lenyap; hutang luar negeri sangat besar; akhirnya ketergantungan perekonomian Indonesia pada negara-negara maju, terutama dari segi pembiayaan pembangunan.

Namun pemerintahan presidensiil Suharto sangat kuat dengan kepemimpinan yang otoriter. Pembangunan nasional dalam era orba masih memiliki tujuan jangka panjang yang tertuang dalam “Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)”, dan Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Masyarakat adil dan makmur berdasarkan Panca Sila tetap sebagai doels-actie, sedangkan reform-actie tertuang dalam buku Repelita, yaitu Rencana Pembangunan Lima Tahun sebagai realisasi dari GBHN. Juli 1997 mulai terjadi krisis moneter yang diiringi dengan krisis ekonomi dan krisis di semua bidang yang menjatuhkan Presiden Suharto.

Masa “Reformasi”

Sesuai dengan namanya “reformasi”, maka doels-actie hilang sama sekali dalam pemikiran para elit dan penguasa dalam pembangunan. Kalau dalam era orba masih ada GBHN dan Repelita, maka pada era reformasi dokumen seperti itu tidak ada lagi. Dengan demikain baik doels-actie maupun reform-actie tidak jelas dalam era reformasi. Pada masa orba, semua partai politik harus berazaskan Panca Sila, dan UUD ’45 dijadikan landasan konstitusional pembangunan; P4 didoktrinkan samapai ke kampus-kampus, bahkan samapai ke taman kanak-kanak. Pada era reformasi Panca Sila hampir tidak pernah dibicarakan mungkin karena “over dosis” waktu orba, UUD ’45 sudah diamandemen, sehingga sistem pemerintahan sekarang tidak kabur, tidak presidensiil, tidak juga parlementer. Hak prerogatif presiden tidak jelas, termasuk dalam pengangkatan para pembantu-pembantunya, sangat tergantung kepada pertimbangan politik di luar sana.

Era reformasi mewarisi keadaan ekonomi orba yang krisis, yang sampai saat ini tidak kunjung pulih. Rezim reformasi tampaknya masih malu-malu untuk mengikuti jejak ekonomi orba, tetapi alternatif lain tidak mampu ditemukan. Dalam pembangunan, orba berpedoman pada apa yang dinamakan : Tri Logi Pembangunan : Pemerataan Pendapatan, Pertumbuhan Ekonomi dan Stabilitas Politik dan Keamanan. Dalam era reformasi, penguasa hanya berani menyatakan pertumbuhan ekonomi, tidak pernah disinggung mengenai pemerataan pendapatan dan stabilitas politik. Sedangakn pertumbuhan ekonomi bukan satu-satunya indikator pembangunan. Apalagi kalau pertumbuhan ekonomi itu hanya disumbang oleh sektor-sektor yang dikuasai oleh asing, bukan oleh ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi tersebut akan mempercepat proses pemiskinan rakyat banyak, dan makin akan meningkatnya ketergantungan Indonesia pada modal asing, makin habisnya sumber-sumber daya alam Indonesia tanpa memberikan manfaat bagi rakyat Indonesia, makin dijadikannya Indonesia sebagai pasar surplus produksi industri negara-nagara maju.

Otonomi daerah, di samping sebagai tuntutan objektif daerah akibat sentralisasi yang berlebihan pada zaman orba, menjadi proyek para elit untuk memekarkan menjadi propinsi dan kabupaten dan kota. Sekarang ini dari sekitar 200 kabubaten dan kota sudah mencapai 477 kabupaten kota sebagai hasil dari pemekaran. Ternyata pemekaran tersebut tidak didasarkan pada strategi pembangunan nasional, tidak berdasarkan kemapuan sumber-sumber daya alam dan sumber daya manusia yang tersedia atau mamapu untuk disediakan. Akibatnya, sasaran otonomi daerah untuk mensejahterkan rakyat tidak tercapai, justeru menjadi beban dalam pembangunan nasional. Banyak kabupaten dan kota yang tidak melakukan perubahan apapun karena tidak siap untuk membangun.

Untuk melakukan perubahan baik yang sifatnya reform-actie, apalagi doels-actie memerlukan kekuatan nasional yang menyatu dalam satu kekuatan, mengerahkan semua kekuatan itu dan semua potensi dalam negeri yang ada hanya untuk pembangunan. Tetapi kemumgkinan seperti itu tidak ada sekarang ini, minimal dalam keadaan transisi seperti sekarang ini. Partai politik sangat banyak, karena setiap orang dapat mendirikan partai politik, walaupun tanpa suatu ideology. Partai-partai politik tidak mecerminkan kehidupan berpolitik yang sesungguhnya. Dengan demikian antara kehidupan politik dan sistem politik tidak “link and match” kalau boleh meminjam istilah Wardiman. Dengan demikian tidak ada satu kekuatanpun yang dapat melaksanakan perubahan. Partai-partai politik memiliki hanya satu agenda, bagaimana memenangkan pemilu dan pilpres untuk kekuasaan, sesudah itu saling berdebat dan kritik tanpa argumentasi, tanpa berbuat untuk perubahan baik reform-actie, apalagi doels-actie. Hal itu sangat jelas dari isi iklan mereka di TV-TV, dan spanduk-spanduk yang dipasang di pohon-pohon, bahkan di hutan belantara, foto-foto mereka di pasang di mana-mana dengan slogan-slogan singkat yang tidak bermakna, walaupun mengatas-namakan rakyat.

Yang sangat disayangkan adalah kaum intelektual yang seharusnya mencari kebenaran dan menunjukkan kebenaran pada masyarakat, justeru banyak yang terlibat dalam politik praktis yang ikut membodohi rakyat.
Perubahan memerlukan satu partai pelopor (bukan nama satu partai yang ada sekarang), yang memiliki suatu ideologi nasioanl-demokrasi yang kuat berdasarkan Panca Silla dan UUD ’45 dalam kerangka NKRI. Partai pelopor ini mendukung pemerintah yang melakukan perubahan-perubahan doels-actie seperti : meninjau kembali semua kontrak karya dengan perusahaan-perusahaan asing di bidang pertambangan seperti pertambangan Tembaga Pura di Timika, kontrak karya bidang minyak bumi dan gas bumi, yang harus menguntungkan pihak Indonesia; mengembalikan aset-aset BUMN yang telah dijual pada asing; melakukan perubahan-perubahan sosial di daerah pedesaan; memperlakukan UU Pokok Agraria dan UU Bagi Hasil dalam pemilikan tanah dan tata guna tanah; mengembalikan UUD ’45 khususnya pasal 33 ayat 1, 2, 3 sebagai dasar sistem perekonomian Indonesia; membentuk pemerintahan presidensiil yang kuat; mengembalikan musyawarah dan mufakat dengan sistem perwakilan sebagai azas demokrasi.

Dalam perubahan reform-actie, bahan-bahan pokok kebutuhan rakyat banyak harus tersedia yang cukup dengan harga yang terjangkau oleh masyarakt konsumen, namun tidak merugikan produsen, para petani. Indikator-indikator sosial harus menjadi perhatian dalam reform-actie, terutama menyangkut masalah pendidikan dan kesehatan masyarakat, dan lain-lain.

Inilah tugas pemimpin-pemimpin Indonesia yang akan datang, khususnya dalam pembangunan ekonomi. Untuk ini memerlukan pemimpin-pemimpin yang tegas dan berkarakter, dan memihak pada kepentingan nasional dan rakyatnya.

Making Money On-Line

DonkeyMails.com: No Minimum Payout